PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Permasalahan keragaman agama dan etnis di banyak negara telah mengakibatkan berbagai persoalan, utamanya menyangkut upaya sebuah negara untuk menyatukan visi bersama berbasis keadilan. Sebagaimana negara-negara tetangganya di Asia Tenggara, seperti Thailand dan Filipina, permasalahan keragaman agama dan etnis telah membawa Myanmar ke dalam kancah pergolakan yang hingga kini tidak kunjung usai. Sebagai salah satu negara berkembang yang berada di Asia, Myanmar juga termasuk di luar kategori negara berkembang dan negara maju. Ada beberapa negara yang dikelompokkan sebagai negara gagal (failed state).
Myanmar |
Dominasi kelompok etnis Burma, yang pada umumnya beragama Budha terhadap kelompok etnis yang lain, telah melahirkan praktik-politik yang dirasakan sebagai sebuah ketidakadilan oleh kelompok-kelompok etnis yang lain, termasuk di dalamnya kelompok etnis-Muslim yang menempati posisi minoritas. Berbagai kebijakan yang tidak adil itulah yang kemudian ditengarai sebagai sebab utama yang memicu perpecahan di Myanmar, yang hingga kini tak kunjung usai.
Islam di Myanmar termasuk agama minoritas, dengan persentase sekitar 4% dari jumlah penduduk di seluruh Myanmar. Walupun pemeluk agama Islam minoritas, tetapi mereka mepunyai pengaruh di berbagai bidang. Hal ini terbukti dengan banyaknya jabatan penting di pemerintahan yang diduduki oleh orang Islam. Mereka juga banyak menguasai bidang perdagangan, diplomatik, administrasi, politik, bahasa, dan budaya. Masyarakat Myanmar dibagi berdasarkan faktor etnis, seperti Burma, Shan, Karen, Rakhine, Kayah, India dan Mon. Pembagian tersebut juga berlaku dalam masyarakat Muslim, ada Muslim Burma atau Zerbadee, Muslim keturunan India, Muslim Hui-Hui atau Panthay dan Muslim Rohingya. Namun pada umumnya masyarakat Muslim di Myanmar terbagi menjadi tiga komunitas yang berbeda, yaitu:
Masing-masing komunitas memiliki hubungan yang berbeda-beda dengan masyarakat Budha dan pemerintah. Komunitas pertama, Muslim Burma, merupakan komunitas yang terbentuk paling awal. Mereka terbentuk dari wilayah Sweebo di dataran tengah dekat ibu kota pra kolonial kerajaan Burma. Komunitas ini dapat dirunut asal usulnya hingga abad ke 13 dan ke 14, ketika nenek moyang mereka datang ke negara itu sebagai pembantu istana, tentara sewaan dan pedagang dari Barat. Pada 1930-an, Muslim Burma yang berasimilasi dengan baik ini jumlahnya dilaporkan kurang dari sepertiga komunitas Muslim.
Komunitas kedua, Muslim India, merupakan komunitas Muslim yang terbentuk seiring kolonisasi Burma oleh Inggris pada abad ke 19. Pada 1886 sampai 1937, Burma dijadikan sebagai bagian dari provinsi India oleh Inggris. Oleh karena itu, banyak imigran dari India ke Burma. Pemerintah Inggris sangat berperan atas datangnya kaum Muslim India ini. Mereka berdomisili di provinsi Arakan dan Tenasserim. Kedatangan arus imigran yang sangat besar ke Myanmar ini menyebabkan munculnya masalah sosial, politik dan ekonomi.
Penyebab Muslim India banyak berdatangan ke Myanmar, karena kebutuhan pemerintah Myanmar terhadap sumber daya manusia dan penilaian subyektif Inggris tentang imigran India yang lebih adaptif dan mandiri. Di Myanmar, muslim India masih mempertahankan hubungan erat dengan praktek-praktek religius dan kultural dari tanah asal mereka. Hal ini sering membuat mereka berselisih dengan mayoritas Budha mengenai masalah-masalah perkawinan dan hukum kepemilikan serta peran Islam dalam kehidupan politik Myanmar.
Komunitas Muslim di Myanmar yang ketiga adalah Rohingya yang bermukim di daerah Arakan atau Rakhine yang berbatasan dengan Bangladesh. Sebelum 1784, walaupun penguasanya menggunakan lambang Islam, Arakan merupakn sebuah kerajaan Budha merdeka. Akan tetapi kerajaan Budha tersebut dihancurkan oleh tentara Myanmar. Kedudukannya melemah diakibatkan oleh bangkitnya kekuatan Myanmar di bagian timur. Arakan kemudian di masukkan menjadi bagian dalam Burma oleh Inggris. Sejak saat itu Arakan didatangi oleh sejumlah besar imigran dari Chittagong (Bengal). Proporsi terbesar kaum Muslim Myanmar adalah keturunan Bengal dan sebagian besar mereka tinggal di negara bagian Arakan. Arakan merupakan daerah yang di diami oleh dua komunitas etnis, Budha Arakan atau Rakhaing dan Muslimrohingya. Rakhaing menempati wilayah Arakan selatan, sedangkan Muslim Rohingya tinggal di Arakan Utara, terutama di daerah Buthidaung dan Maungdaw.
Setelah Burma merdeka pada tahun 1948, ketiga muslim di atas memiliki peran yang berbeda. Muslim Burma mendapat tempat di pemerintahan U Nu. Sebaliknya kaum Muslim India, yang lebih berpandangan keluar dan berorientasi pada perdagangan, mengalami masa hidup yang lebih sulit setelah kemerdekaan. Menjelang September 1964, sekitar 100 ribu orang India terpakasa harus meninggalkan Myanmar akibat kebijakan nasionalisasi dan birokratisasi yang di jalankan Ne Win.
Akan tetapi, bila dibandingkan dengan Muslim Burma dan Muslim India, kedudukan Muslim Rohingya yang paling sulit. Mereka merupakan komunitas yang paling miskin, yang berada di Myanmar. Mereka selalu di tolak status kewarganegaraannya, juga berbagai akses sekolah dan rumah sakit. Selain itu, mereka juga disulitkan oleh peperangan, dislokasi, dan perselisihan. Sehingga mereka terusir di beberapa negara sebagai kelompok pengugsi dan manusia-perahu. Mereka antara lain tersebar menjadi pendatang liar di Thailand, Srilanka bahkan ada sebagian dari kelompok mereka yang ‘terdampar’ di Aceh (Indonesia) sebagai kelompok manusia-perahu. Etnis Rohingya meski sudah puluhan tahun menetap di perbatasan Myanmar-Bangladesh, tidak kurang dari 800.000 warga Rohingya tetap berstatus Stateless (tak bernegara).
Sebelum angkatan bersenjata Burma mengambil alih negara itu pada 1962 dan menetapkan cap sosialismenya, Muslim menyatu dengan penduduk. Mereka berada di posisi-posisi puncak di ketentaraan dan pemerintahan (misalnya, Haji M.A.Rachid, sekali menjadi menteri pusat Burma). Ada dua hakim Muslim di pengadilan tinggi dan ada empat Muslim menjadi menteri di satu atau lain waktu (1930-an).
Ketika junta militer mengambil alih kekuasaan pada 1962, nasib mereka jadi nestapa. Di bawah kekuasaan junta milter, melalui Undang-Undang Kewarganegaraan 1982, etnis Rohingya dianggap imigran ilegal asal Bangladesh sehingga mereka diberi status warga tanpa kewarganegaraan. Berdasar sumber hukum itu, Myanmar tidak mengakui Rohingya sebagai satu di antara 137 etnis negara ini. Akibatnya, mereka kehilangan hak-haknya di tengah mayoritas kaum Buddhis, sehingga junta militer dapat bertindak sewenang-wenang.
Selama tiga dekade terakhir, etnis Rohingya menjadi korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), seperti pembersihan etnis, pembunuhan, pemerkosaan, dan pengusiran dari tempat tinggal. Pemerintah juga sering kali dengan mudah menjadikan mereka sebagai kambing hitam berbagai persoalan, seperti separatisme, pemberontakan, pedagang dan pemasok obat bius, dan lain-lain. Mereka tidak memiliki kebebasan mengakses layanan kesehatan, menikmati bangku sekolah, mencukupi kebutuhan pangan, berpartisipasi dalam kehidupan politik, dan menjalankan aktivitas ekonomi. Suara mereka benar-benar dibungkam oleh rezim penguasa. Segala tindakan keji dan tidak manusiawi seharusnya tidak perlu terjadi. Bukankah makhluk hidup diciptakan dari satu sumber? Manusia, yang merupakan salah satu unsur yang hidup itu, juga diciptakan dari satu sumber, yakni thin melalui seorang ayah dan seorang ibu, sehingga manusia harus berdampingan dan harmonis dengan manusia yang lain, bahkan berdampingan dengan alam raya.
Berdasarkan laporan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), kira-kira 20.000 umat Islam Arakan telah dibunuh oleh rezim militer antara tahun 1962 hingga tahun 1984. Ratusan wanita diperkosa dan harta benda mereka dirampas. Media komunikasi dalam negeri digunakan untuk menyebarkan kebohongan dan fitnah terhadap Islam. Konvensi bangsa Rohingya, yang terbentuk pada tanggal 14-16 Mei 2004, membuka mata dunia terhadap masalah Rohingya. Konvensi yang diikuti oleh organisasi-organisasi Rohingya yang ada di beberapa negara, sedikit melegakan nasib Rohingya yang tertindas puluhan tahun.
Negara Myanmar merupakan negara yang tertutup bagi negara-negara asing terutama wartawan. Oleh karena itu, bahan kepustakaan mengenai Myanmar atau mengenai masalah yang terjadi pada minoritas Muslim Rohingya sangat sulit di temukan. Hal ini di tambah dengan keadaan geografi Arakan yang terisolir dari kota-kota di sekitarnya. Artikel atau buku yang ada, yang membahas maslah Rohingya hanya sedikit pembahasannya.
Dinamika kelompok minoritas Muslim Rohingya, masih menghadapi persoalan-persoalan kemasyarakatan dan negara yang sangat kompleks. Fenomena dinamika minoritas masyarakat yang beragama Islam di negara Myanmar, secara umum diwarnai dengan represi, diskriminasi dan eksploitasi dari kelompok mayoritas dan penguasa di negara Myanmar. Hal itu menyebabkan persoalan-persoalan sosial, politik dan ekonomi yang berlangsung, secara kumulatif menjadi gerakan-gerakan yang mengarah kepada separatis.
Ditengah segala permasalahan itu baik diskriminasi, kekerasan fisik, maupun tekanan moral, Muslim Rohingya sebagai manusia yang berakal berusaha untuk mempertahankan eksistensi diri mereka atau keberadaan mereka. Berbagai upaya mereka tempuh seperti : demonstrasi, negosiasi, sampai perlawanan senjata. Namun usaha ini seperti tidak menunjukkan hasil, dan tuntutan mereka terkatung-katung tanpa kejelasan. Penindasan oleh kaum mayoritas Budha semakin menjadi-jadi, sehingga mereka melakukan upaya terakhir dengan mengungsi atau bermigrasi secara besar-besaran ke negara tetangga terdekat untuk mencari perlindungan. Sebagian dari mereka yang berhasil bermigrasi memperoleh perlindungan, dan sebagian yang lain gugur di tengah usaha mereka.
Pada pertengahan bulan Juni 2012, secara tiba-tiba perhatian dunia terfokus pada tragedi kerusuhan antar etnis yang berada di negara bagian Rakhine (Arakan) barat daya Myanmar. Semula, sedikit sekali masyarakat internasional yang mengangkat isu penderitaan Muslim Rohingya, yang mengalami penindasan oleh penguasa Junta militer. Kurangnya perhatian masyarakat dunia serta ketertutupan pemerintah Myanmar terhadap dunia luar menyebabkan terbatasnya informasi secara rinci tentang Muslim Rohingya, khususnya usaha-usaha yang mereka tempuh dalam mempertahankan eksistensi diri mereka. Oleh karena itu, salah satu hal yang membuat penulis tertarik untuk menjadikannya sebagai topik tugas akhir penulisan skripsi, yang akan dilaporkan penulis dengan judul “Muslim Rahingya di Myanmar (Sejarah Perjuangan Mempertahankan Eksistensi Diri).”
Rumusan Masalah
Dari deskripsi singkat yang telah sampaikan, maka penulis mengambil tiga rumusan masalah sebagai berikut:
- Bagaimana sejarah masuknya Islam di Myanmar?
- Bagaimana kehidupan sosial (status kewarganegaraan) Muslim Rohingya?
- Bagaimana perjuangan Muslim Rahingya untuk mempertahankan eksistensi diri?
Tujuan penelitian
Dengan rumusan masalah yang telah disampaikan, maka penelitian ini bertujuan untuk:
- Mengetahui sejarah masuknya Islam di Myanmar.
- Mengetahui kehidupan sosial (status kewarganegaraan) Muslim Rohingya.
- Mengetahui perjuangan Muslim Rahingya untuk mempertahankan eksistensi diri.
Kegunaan Penelitian
Hasil akhir dari penulisan skripsi ini diharapkan nantinya dapat berguna untuk:
- Sebagai bahan kajian atau masukan mata kuliah bagi para mahasiswa yang mendalami bidang studi sejarah (Islam minoritas) yang berkaitan dengan sejarah dan peradaban Islam di Myanmar.
- Sebagai tambahan wawasan, referensi dan kajian selanjutnya bagi pengembangan ilmu pengetahuan terutama dalam bidang ilmu sejarah.
Pendekatan dan Kerangka Teoritik
Dalam penelitian ini, penulis akan menerapkan pendekatan diakronis dan sinkronis. Pendekatan diakronis digunakan penulis untuk mengetahui sejarah secara kronologi (yang berhubungan dengan waktu), seperti halnya dalam karya ilmiah ini penulis akan memaparkan sejarah yang berada di Myanmar berdasar urutan waktu. Sedangkan dengan pendekatan sinkronis, penulis mempelajari suatu persoalan secara mendalam, dengan menggunakan ilmu bantu ilmu-ilmu sosial.
Dalam ilmu sosial terdapat istilah yang dikenal dengan interaksi sosial. Bentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa kerjasama, persaingan, dan bahkan, pertentangan atau konflik. Menurut Gilin yang dikutip oleh Soerjono Soekanto, ada dua macam proses sosial yang timbul sebagai akibat adanya interaksi sosial. Pertama proses sosial yang asosiatif. Proses ini dibagi dalam tiga bentuk khusus, yaitu: akomodasi, asimilasi dan akulturasi. Kedua proses sosial yang disosiatif, proses ini mencakup persaingan yang meliputi kontravensi dan konflik.
Kemudian landasan teori yang akan digunakan penulis dalam karya ilmiah ini adalah teori konflik dan teori pembentukan identitas. Teori konflik adalah teori yang memandang bahwa perubahan sosial tidak terjadi melalui proses penyesuaian nilai-nilai yang membawa perubahan, tetapi terjadi akibat adanya konflik yang menghasilkan kompromi-kompromi yang berbeda dengan kondisi semula. Sesuai dengan masalah yang diangkat dalam tulisan ini maka penulis menggunakan proses disosiatif dalam bentuk konflik untuk menganalisis permasalahan antara Muslim Rohingya, Rakhine dan pemerintah.
Konflik mempunyai beberapa bentuk khusus, diantaranya konflik pribadi, konflik ras, konflik antar kelas sosial, konflik politik dan konflik internasional. Dalam penulisan ini akan digunakan konflik rasial. Konflik rasial tidak hanya terletak pada perbedaan fisik, tetapi terletak pada kepentingan dan kebudayaan. Konflik akan semakin berkembang jika ditambah dengan kenyataan bahwa salah satu etnis adalah kelompok mayoritas.
Sedangkan menurut Eric A. Nordlinger, salah satu penyebab terjadinya konflik antar kelompok suku adalah masalah agama. konflik ini dapat menimbulkan perpecahan. Kelompok tersebut cenderung memperlihatkan pertentangan emosional antar satu sama lain. Dalam hal ini perbedaan agama di Arakan yang menyebabkan konflik antar Muslim Rohingya dan Budha Arakan.
Untuk melengkapi penulisan skripsi ini penulis menggunakan teori pembentukan identitas, penulis berusaha untuk medefinisikan dan mengenal pemilahan dan penetapan suatu identitas. Ada tiga komponen dasar yang akan penulis teliti dengan menggunakan teori pembentukan identitas.
Komponen struktur sosial. Dalam kehidupan sosial selalu ada pengklasifikasian sosial seseorang, ke dalam suatu kategori atau kelompok. Kategosrisasi sosial adalah dasar berpijak bagi seseorang dalam proses pengenalan identitas dan hubungan antar kelompok. Dengan Struktur sosial seseorang diklasifikasikan ke dalam kategori jenis kelamin, umur, warna kulit, etnik, ras, budaya, dan lain-lain.
Komponen budaya, atau tingkah laku dan konsekuensi normatif yang diterima. Komponen budaya adalah kategori seseorang dalam prakteknya yang sudah berlangsung terus menerus. Kategorisasi sosial belumlah bisa memperkenalkan seseorang kepada identitas sosial. komponen kedua ini dibutuhkan untuk melihat bagaimana seseorang itu bertindak, apakah memang tindakan yang dilakukan sesuai juga dengan norma kelompoknya. Dan tentu saja tingkah laku dapat mereferensikan seseorang dari kelompok mana dia berasal.
Definisi ontologis. Label dari kategori sosial itu kuat bukan hanya berasal dari tingkah lakunya, tetapi juga berasal dari cara anggota dari suatu kategori (bisa kelompok, etnik, dan lain-lain) itu melihat. Komponen ketiga ini, mencoba mengungkapkan orang lewat nilai alamiah orang tersebut dikategorisasikan. Komponen ini pun berangkat dari pernyataan yang sangat mendasar bahwa memang itulah dia, dan dia tidak bisa menyangkal karena identitas ini memang menceritakan sesuatu tentang dirinya, tentang seperti apa dirinya.
Ketiga komponen yang telah dijelaskan tersebut tidak terpisah dalam suatu hubungan. Bahkan mereka sangat dekat berhubungan. Hal ini malah merupakan kombinasi yang memberikan penjelasan identitas lebih dalam dan jelas.
Penelitian Terdahulu
Dari hasil penelitian skripsi yang berjudul “Muslim Rohingya di Myanmar (Perjuangan Mempertahankan Eksistensi Diri)”, belum pernah diteliti oleh mahasiswa sebelumnya, terutama Fakultas Adab pada jurusan Sejarah dan Peradaban Islam.
Negara Myanmar merupakan negara yang tertutup bagi negara-negara asing. Oleh karena itu, bahan kepustakaan mengenai Myanmar atau mengenai masalah yang terjadi pada minoritas Muslim Rohingya sangat sulit di temukan. Hal ini di tambah dengan keadaan geografi Arakan yang terisolir dari kota-kota di sekitarnya. Artikel atau buku yang ada, yang membahas maslah Rohingya hanya sedikit pembahasannya. Seperti pada buku “Sejarah Dan Kebudayaan Islam Di Asia Tenggara”, karya Saifullah belum secara jelas menjelaskan tentang Minoritas Myanmar. Oleh karena itu, penulis berusaha menyusun kekurangan yang belum ada pada buku-buku tersebut.
Metode Penelitian
Metode yang akan digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode penelitian sejarah, atau disebut juga dengan metode sejarah yang berarti jalan, cara, atau petunjuk teknis dalam melakukan proses penelitian. Metode sejarah dalam pengertian umum adalah suatu penyelidikan suatu permasalahn dengan mengaplikasikan jalan pemecahannya dari pandangan historis. Metode ini juga dapat berguna untuk memahami situasi sekarang dan meramalkan perkembangan yang akan datang. Tahapan-tahapan metode penelitian sejarah akan dijelaskan sebagai berikut:
- Heuristik (Pengumpulan Sumber). Tahap ini penulis akan melakukan penelitian literature dalam pengumpulan sumber dalam penulisan karya ilmiah ini. Proses dalam melakukan pencarian sumber-sumber melalui buku-buku seperti “Sejarah Dan Kebudayaan Islam Di Asia Tenggara,” majalah, artikel, mengkliping berbagai macam koran (Jawa Pos) dan makalah, sumber-sumber tersebut termasuk sumber sekunder karena sumber yang disampaikan bukan saksi mata. Selain beberapa sumber yang telah penulis sebutkan, penulis juga menggunakan metode wawancara dengan salah seorang muslim Rohingya guna melengkapi pengumpulan data.
- Verifikasi (Kritik sumber), setelah data diperoleh penulis berusaha melakukan kritik sumber. Pada proses ini penulis memilah-milah sumber. Sumber-sumber yang telah penulis kumpulkan merupakan buku tentang Myanmar secara umum, maka penulis memilah sumber tersebut sesuai dengan tema yang akan ditulis, yaitu berdasarkan wilayah, etnis dan periode. Kritiki ini di lkukan penulis dengan beberapa cara, seperti melihat tanggal penulisan, isi, dan gaya bahasa, seruan, dan lain-lain.
- Interpretasi (Penafsiran) yaitu aplikasi beberapa teori untuk menganalisis masalah. Dalam skripsi ini penulis akan menggunakan teori sosial (konflik) dan teori pembentukan identitas. Dengan mengguankan kedua teori tersebut, penulis dapat mengetahui bahwa proses sosial terjadi sebagai akibat adanya interaksi sosial. Melalui terjadinya konflik proses penyesuaian nilai-nilai dapat membawa perubahan, yang menghasilkan kompromi-kompromi yang berbeda dengan kondisi semula. Seperti kasus muslim Rohingya, akibat adanya konflik kebijakan yang ada berbeda dari kondisi semula, seperti kebijakan pernikahan, ekonomi dan migrasi. Muslim Rohingya pasca konflik. Identitas juga merupakan hal yang paling melekat pada diri manusia, perbedaan warna kulit, bentuk hidung, rambut, dan perawakan juga menjadi hal yang mengakibatkan muslim Rohingya berbeda dan di anggap etnis lain pada kasus konflik yang terjadi di Myanmar.
- Historiografi (Penulisan Sejarah) adalah tahap ini merupakan bentuk penulisan, pemaparan atau pelaporan hasil penelitian yang telah dilakukan sebagai penelitian sejarah yang menekankan aspek kronologis (menyusun kejadian yang ada di Myanmar berdasarkan urutan waktu).
Sistematika Bahasan
Pembahasan dalam penelitian ini, penulis membagi atas beberapa bab, untuk sistematika pembahasan lebih lanjut, penulis akan membagi sebagai berikut :
Bab pertama
Merupakan pendahuluan yang berisi tentang garis besar penelitian skripsi, termasuk di dalamnya mencakup latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, pendekatan dan kerangaka teoritik, penelitian terdahulu, metode penelitian dan sistematika bahasan. Melalui bab iniakan di ungkapkan gambaran umum tentang seluruh rangakaian penulisan skripsi, sebagai dasar pijakan bagi pembahasan berikutnya.
Bab kedua
Menjelaskan Myanmar secara umum, yang meliputi geografi dan demografi Myanmar, gambaran kehidupan etnis, dan sejarah masuknya Islam di Myanmar.
Bab ketiga
Membahas muslim Rohingya, yang meliputi sejarah Muslim Rohingya dan masa pemerintahan di Arakan.
Bab keempat
Berisi segala upaya Muslim Rohingya demi mempertahankan identitas mereka atau eksistensi diri melalu beberapa cara. Diantaranya, melalui pemberontakan Muslim Rohingya, pada masa pemerintahan U Nu, pada masa pemerintahan Ne Win dan migrasi Muslim Rohingya dalam mencari perlindungan serta dukungan Internasional untuk melindungi hak-hak mereka.
Bab kelima
Merupakan bab terakhir dalam penulisan skripsi ini. Bab ini berisi kesimpulan dari skripsi ini dan sebagai pelengkap disertakan juga daftar pustaka.
Geografi dan Demografi Myanmar.
Secara astronomis Myanmar terletak antara 10 LU – 29, 1 LU dan antara 29 BT-101 BT. Batas-batas geografis Myanmar, yaitu sebelah utara dengan Cina, sebelah timur dengan Cina, Laos dan Thailand, sebelah selatan dengan laut Andaman dan sebelah barat daya teluk Benggala, Bangladesh dan India.
Negara Myanmar terbentuk dari dua unsur struktural yang pokok, yakni sederetan lipatan di sebelah barat dan sebuah patahan blok massif di sebelah timur. Kedua bagian ini berjajar dari utara ke selatan. Di antara keduanya terdapat sebuah dataran rendah aluvial yang membentang dari daerah delta dan lembah sungai Irawadi, lembah sungai Sittang sampai kedaratan pedalaman Mandalay. Di bagian Timur dataran rendah ini terdapat Plato Shan yang bergelombang. Tingginya rata-rata kurang dari 900 meter di atas permukaan laut. Di bagian timur laut terdapat sungai Salween yang melintasi Plato Shan dan melewati lembah yang sempit.
Tanggal 12 November 2012, gempa melanda Myanmar dengan kekuatan yang cukup besar. Gempa yang melanda Myanmar terjadi dua kali dalam sehari. Gempa dengan kekuatan 6,8 Skala Richter (SR) dan 5,8 Skala Richter (SR) melanda kota Yangon. Sebanyak 13 orang dilaporkan meninggal dunia. Beberapa tempat ibadah di Mogok, juga dekat episentrum, mengalami rusak parah. Bagian atas pagoda yang biasanya berisi patung atau foto Budha juga rusak. Gempa bumi adalah hal umum di Myanmar. Pada Maret 2011, setidaknya 75 orang meninggal saat gempa kuat mengguncang wilayah perbatasan dengan Laos dan Thailand. Lambatnya informasi pasca gempa membuat data mengenai luas kerusakan dan dampaknya tidak jelas. Myanmar memiliki sistem penanganan bencana yang buruk mesti pernah diterjang badai pada 2008 dan menewaskan 140.000 warganya.
Iklim di negara ini bertipe tropis. Musim hujan terjadi antara bulan Mei sampai September seiring dengan berhembusnya angin musim barat daya yang banyak membawa uap air, karena datang dari arah samudra Hindia. Uap air banyak di jatuhkan sebagai curah hujan di pegunungan Arakan Yoma bagian Barat dan sekitar pantai Tanasserim. Antara bulan Oktober sampai April, wilayah Myanmar mengalami musim kemarau. Hal ini, terjadi akibat adanya angin kering yang berhembus dari daratan Asia.
Bentuk pemerintahan negara Myanmar adalah Junta militer. Juntai berasal dari bahasa Spanyol yang artinya Komite atau Dewan Pimpinan. Pada pertengahan Juli 2007, penduduk Myanmar berjumlah 47.373.958 jiwa. Beberapa suku bangsa yang mendiami daerah Myanmar, antara lain suku Kachin, Chin dan suku Shan. Bahasa resmi negara Myanmar adalah bahasa Burma, namun beberapa bahasa etnis minoritas juga masih dipergunakan di beberapa wilayah negara ini. Beberapa agama di anut masyarakat Myanmar diantaranya Budha 89%, Kristen 4%, Islam 4%, dan lainya 3%. Komoditas ekspor utama Myanmar antara lain beras, kayu jati, produk minyak, kapas dan karet, sedangkan produk impor utamanya antara lain mesin dan peralatan transportasi, tektil, besi dan baja, farmasi serta kertas.
Sumber daya alam yang penting dan menjadi tumpuan hidup penduduk Myanmar adalah tanah yang subur. Myanmar banyak menghasilkan jenis kayu jati dan kayu besi. Wilayah hutan tersebut terdapat disekitar kawasan pegunungan bagian barat dan utara. Bahan galian yang terkandung di Myanmar, antara lain minyak bumi di wilayah lembah Irawadi (kota Chauh), timah putih di selatan Tanasserim, perak, timbal, seng, nikel, dan biji besi di dataran tinggi Shan, dan batu permata di Korundum.
Kerjasama Indonesia dan Myanmar terus ditingkatkan dalam berbagai bidang. Salah satu bidang tersebut adalah di bidang pertanian. Kerjasama tersebut ditandai dengan penandatanganan Work plan (rencana kerja) kerjasama bilateral dibidang pertanian. Sejak 1962, industri transportasi, perdagangan dan keuangan dinasionalisasi. Namun, ketika ketika keadaan ekonomi semakin memburuk pemerintah mengajak sektor swasta dan investor asing untuk ikut berinvestasi membangun perekonomian negara Myanmar.
Transportasi di Myanmar sangat mengandalkan sungai Irawadi, terutama karena jaringan kereta api yang di bangun sejak pendudukan Jepang, memanjang dari banpong di Thailand sampai Thaybyuzayat sebelah selatan Moulmein, kondisinya sangat buruk. Adapun bandar udaramelayani penerbangan domestik dan internasional.
Negara Myanmar dulu dikenal sebagai Birma atau Burma, karena sejak 1972 menyebut negaranya dengan nama Republik Sosialis Uni Burma (Dyadaungan Socialist Thammada Myanma Nainnggnan). Namun, secara resmi perubahan nama dari Burma menjadi Myanmar dilakukan oleh pemerintahan junta militer di bawah kepemimpinan Jenderal Saw Maung pada tanggal 18 Juni 1989 dan ibukotanya dari Rangoon menjadi Yangon. Seperti yang telah dicantumkan, ibu kota negara ini sebelumnya terletak di Yangon sebelum dipindahkan oleh pemerintahan junta militer ke Naypyidaw yang mempunyai arti “tempat tinggal para raja”, pada tanggal 7 November 2005. Diantara beberapa alasan terkait pemindahan ibukota Myanmar, ada sebuah alasan klasik yaitu pemindahan tersebut dilakukan untuk mengikuti sebuah tradisi myanmar pada masa dinasti yang gemar memindahkan kota. Namun tentunya pemindahan ibukota negara tersebut telah menghabiskan biaya yang cukup besar dan berpengaruh terhadap anggaran belanja negara. Mata uang negara Myanmar adalah Kyat Myanmar. Myanmar adalah salah satu dari sepuluh negara yang tergabung dalam ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) yang di dirikan pada tanggal 8 Agustus 1967. Myanmar bergabung dengan ASEAN pada tanggal 23 Juli 1997.
Junta militer merubah nama Burma menjadi Myanmar agar etnis non-Burma merasa menjadi bagian dari negara. Walaupun begitu, perubahan nama ini tidak sepenuhnya diadopsi oleh dunia Internasional. Secara administratif, Myanmar dibagi menjadi tujuh negara bagian (pyine) dan tujuh divisi (yin). Divisi mayoritas dihuni etnis Bamar, sementara negara bagian mayoritas dihuni etnis-etnis minoritas tertentu. Setiap negara bagian dan divisi kemudian dibagi lagi menjadi distrik-distrik.
Negara-negara bagian di Myammar meliputi:
Peta Myanmar |
- Negara Bagian Chin
- Negara Bagian Kachin
- Negara Bagian Kayin (Karen)
- Negara Bagian Kayah (Karenni)
- Negara Bagian Mon
- Negara Bagian Rakhine (Arakan)
- Negara Bagian Shan
Sementara Divisi-divisinya, meliputi:
- Divisi Irrawaddy
- Divisi Bago
- Divisi Magway
- Divisi Mandalay
- Divisi Sagaing
- Divisi Tanintharyi
- Divisi Yangon
Kelompok-kelompok Etnis di Myanmar
Secara garis besar kelompok etnis (di) Myanmar dapat dikelompokkan dalam 8 (delapan) kelompok etnis:
Etnis Bamar/Burma. Beragama Buddha, menghuni sebagian besar wilayah negara, terutama tinggal di daerah lembah delta sungai Irawadi.
Etnis Karen. Suku yang beragama Buddha, Kristen atau paduannya. Memperjuangkan otonomi selama 60 tahun. Menghuni pegunungan dekat perbatasan dengan Thailand.
Etnis Arakan. Juga disebut Rakhine, umumnya beragama Buddha dan tinggal di perbukitan di Myanmar barat.
Etnis Mon. Etnis yang beragama Buddha yang menghuni kawasan selatan dekat perbatasan Thailand.
Etnis Kachin. Kebanyakan beragama Kristen. Mereka juga tersebar di Cina dan India.
Etnis Rohingya. Etnis Muslim yang tinggal di utara Rakhine, banyak yang telah mengungsi ke Bangladesh atau Thailand.
Secara umum ada empat kategori kaum Muslim yang berlainan, yaitu kaum Muslim India atau Kala Pathee, Muslim Burma atau Zerbadee, Muslim Melayu atau Pashu dan Panthay atau Muslim Cina. Dilihat dari jumlahnya yang kuat hanyalah Kala Pathee atau Muslim India dan Zerbadee. Di bidang kebudayaan kaum Muslim Burma semakin lama semakin berbeda dari orang Burma yang beragama Budha. Muslim Burma mengadopsi nama-nama Burma, meskipun mereka juga menggunakan nama Muslim yang bisa dipakai diwilayah mereka dalam konteks tertentu. Kaum Muslim India menghindari penggunaan nama Muslim.
Secara politis, kaum Muslim Burma selalu memiliki perasaan dan sikap positif terhadap negara dan siap mengidentifikasi diri mereka dengan kebanyakan rakyat Burma. Muslim India yang tinggal di Burma masih bersikap mendua dalam memainkan peran yang bisa dan harus mereka terima di Burma dan dengan demikian cenderung muncul sebagai kelompok yang kurang berakar dalam masyarakat politik Burma. Terdapat sedikit perbedaan spesialisasi dibidang ekonomi antara kaum muslim Burma dengan kaum Muslim India. Walaupun keduanya banyak bergerak dibidang bisnis dan dagang, namun Muslim Burma sebagian besar petani, hal ini sejalan dengan pola ekonomi nasional.
Sementara itu kaum Muslim India di Burma lebih dikenal sebagai pedagang yang tangguh. Mungkin karena alasan inilah ketika sosialisme diterapkan secara kaku pada periode pasca 1962, kaum Muslim India lebih banyak menderita dibanding kaum Muslim lainnya. Peranan mereka yang amat kuat dibidang ekonomi dihancurkan oleh penguasa sosialis yang melarang perdagangan bebas, membatasi arus perdagangan internasional, menekan import dan memberlakukan uang ketat.
Di bidang pendidikan, pemerintah Myanmar memberikan pendidikan dasar secara gratis dan memiliki dua universitas besar, Universiatas Rangoon dan Universitas Mandalay. Sejarah mencatat bahwa selama abad ke XIX negara Myanmar mengalami tiga kali perang saudara (1824-1826,1852 dan 1895). Pada 1937, Myanmar (waktu itu Burma) mendapatkan pemerintahan sendiri dibawah gubernur Inggris. Uni Burma (Myanmar) mencapai kemerdekaanya dari Inggris pada 1948 dan melaksanakan sistem politik demokrasi liberal hingga Maret 1962, ketika terjadi kudeta militer. Sejak itu Burma berada dibawah pemerintahan militer yang menjalankan kekuasaan melalui partai sosialis Burma (Burma Socialist Progamme Party/ BSPP), satu-satunya partai yang diinkan hidup sejak 1962. Pada 1974, sebuah konstitusi baru diberlakukan dan Burma diberi nama Republik Sosialis Persatuan Burma (Socialist Republic of the Union Burma).
Pada 1948, setelah mendapatkan kemerdekaan U Nu menjadi perdana menteri negara Burma. Oleh karena kegagalannya menjalankan pemerintahan, pada 1962 U-Nu digulingkan oleh jendral Ne Win. Akibatnya, mulai 1972 Burma semakin menuju pemerintahan rakyat dan semakin tertutup dengan dunia luar.
Perjuangan Myanmar pada era ini tak terlepas dari tokoh yang bernama Aung San Suu Kyi. Aung San Suu kyi adalah seorang aktivis prodemokrasi Myanmar dan pemimpin National League for Democracy (Persatuan Nasional untuk Demokrasi). Dari laporan Failed States Index tahun 2008 oleh Fund For Peace Organization dan International Crisis Group mengenai negara-negara yang dianggap diambang kegagalan dan memerlukan bantuan dari negara-negara lain. Myanmar dianggap gagal, selain karena faktor ekonomi negaranya yang sangat buruk dan rendah dibandingkan dengan beberapa negara berkembang lain khususnya di Asia, serta tidak adanya pengadilan yang independen dan junta militer menekan aktivitas politik oposisi. Selain itu, pemerintah militer membatasi aktifitas internet dan hubungan dengan dunia internasional sehingga masyarakat myanmar dapat dikontrol oleh Junta militer. Junta Militer juga dianggap terlalu otoriter dan dapat menekan bahkan menyengsarakan sampai membunuh warganya sendiri seperti gelombang demonstrasi besar pada tahun 1988.
Sejarah Masuknya Islam di Myanmar
Sejarah awal mengenai Islamisasi di Burma, terdapat dua daerah besar yang telah dapat dimasuki oleh orang-orang Arab, yakni daerah Pagan (Bagan) dan daerah Arakan, dalam beberapa tulisan mengenai sejarah awal masuknya Islam ke Burma dapat melihat dari kedua daerah ini, dimana Arakan yang berada di sepanjang timur pesisir pantai Bengal dari sungai Naf, telah lebih awal dimasuki oleh orang-orang Arab, faktor penyebanya adalah ramainya arus perdagangan yang menghubungkan antara Timur Tengah dan Asia Tenggara.
Islam sampai di Myanmar melalui beberapa jalan. Para pedagang Arab menetap di garis pantai Myanmar selama abad I tahun Hijriah (abad VII Masehi), atau sesudahnya. Pada awalnya mereka menempati kawasan disekitar pantai Arakan, dan kemudian ke selatan. Lebih belakangan, para pedagang India dan Melayu telah efektif dalam menyebarkan Islam. Akhirnya, para pengungsi dari Yunnan pada abad XIX menetap dibagian Utara Myanmar.
Para pelaut Muslim, telah datang ke Burma pada abad ke sembilan. Pada tahun 860 M, para pengelana dari Cina menemukan daerah koloni Persia diperbatasan Yunnan. Pelancong dari Persia, Ibnu Khardabheh, pelancong dari Arab pada abad kesembilan, Suleiman, dan pelancong dari Persia abad kesepuluh, Ibnal Faqih, dalam tulisan-tulisan mereka menyebut Burma Selatan. Sejarawan Arab yang hidup di abad kesepuluh al Magdisi, membicarakan hubungan yang di kembangkan Burma dengan India, kepulauan Melayu, dan Srilanka. Sejarah Burma mencatat keberadaan orang-orang Arab dimasa pemerintahan Raja Anawratha ( 1044-1077) yang bekerja sebagai penunggang kuda kerajaan. Pengganti Anawratha, raja Sawlu (1077-1088) dididik oleh seorang guru Muslim berkebangsaan Arab dan mengangkat anak sang guru, Yaman Khan sebagai gubernur kota Ussa, yang sekarang bernama Pegu. Sebuah konspirasi di lingkungan istana membuat Yaman Khan memberontak. Usahanya untuk menguasai Pagan digagalkan oleh Kyanzittha, saudara Sawlu, yang memperkenalkan suatu perkampungan Muslim di pedalaman Burma lewat tawanan-tawanan Muslim asal India. Di abad ketiga belas, ketika pasukan Kubilai Khan yang didominasi oleh tentara-tentara Muslim, dibawah pimpinan Nasruddin, anak gubernur Yunnan, menyerang daerah Pagan, keberadaan mereka di Burma kembali terasa.
Suatu negara Islam didirikan di Arakan, ketika Sultan Bengal yang beragama Islam Naseeruddin Mahmud Syah (1442-1459), membantu raja Sulayman Naramitha membangun negara Islam. Pemerintahan Muslim berlangsung beberapa abad di Arakan dan meluas ke Selatan hingga mencapai Moulmein pada masa pemerintahan sultan Salim Syah Rasagri (1593-1612 M). Bahasa Persia merupakan bahasa resmi bagi negara islam Arakan yang beribukota di Myohaung. Pada tahun 1784, Burman Raja Bodawpaya menaklukkan dan menguasai Arakan, memicu perang gerilya panjang yang dilakukan oleh tentara Burman, diduga menewaskan lebih dari 200.000 Arakan dan diminta kerja paksa untuk membangun Candi Budha. Upaya gagal pada tahun 1796 untuk menggulingkan pemerintahan Burman mengakibatkan hampir dua-pertiga penduduk muslim Arakan pergi ke daerah Chittagong. Pada tahun berikutnya antara 1824 dan 1826 oleh pendudukan Inggris. Ketika Burma merdeka pada tahun 1948, Arakan dimasukkan kedalam negara Burma.
Pada masa kekuasaan perdagangan Muslim di Asia Tenggara mencapai puncaknya hingga sekitar abad ketujuh belas, kota-kota di pesisir Burma, lewat koneksi kaum Muslim, masuk kedalam jaringan dagang kaum Muslim yang lebih luas. Bahkan ketika dominasi kaum Muslim dibidang perdagangan mulai surut, sebelum akhirnya hancur dibawah tekanan luar sebagai akibat perubahan konstelasi politik internasional yang muncul dari rivalnya Eropa, kaum Muslim tetap memainkan peran penting dikawasan ini. Mereka tidak hanya aktif dibidang perdagangan, melainkan juga dalam pembuatan dan perawatan kapal. Suatu ketika di abad ketujuh belas sebagian propinsi yang terletak di jalur perdagangan dari Mergui ke Ayutthaya praktis dipimpin oleh gubernur Muslim dengan para administratur tingginya juga Muslim. Sejak abad kelima belas hingga pertengahan abad kedelapan belas, tentara kerajaan Burma memasukkan kaum Muslim dalam unit pegawai kerajaan sebagai pasukan artileri dan pasukan penembak. Selama pemerintahan raja Pagan-Min (1846-1853), seorang Muslim diangkat menjadi gubernur Amarapura, ibukota kerajaan pada waktu itu, yang memporoleh wewenang luas yang diberikan oleh raja. Ditahun 1855, gubernur Pagan juga seorang Muslim.
Di wilayah Arakan, mungkin karena faktor kedekatan geografis dengan India, terjalinlah hubungan diplomatik, politik, perdagangan, budaya, dan individu antara kerajaan Arakan dengan India. Pengaruh Muslim sangat kentara di kawasan ini sehingga raja Arakan yang beragama Budha sekalipun menggunakan nama dan gelar Islam. Meskipun kerajaan ini beragama Budha, namun orang-orang Islam di angkat untuk menduduki posisi-posisi penting. Sejak abad kelima belas hingga abad enam belas, sejarah Arakan semakin berorientasi kepada kerajaan Moghul India. Sejak sekitar pertengahan abad ke tujuh belas hingga tahun 1785, ketika Arakan kembali dianeksasi oleh Burma, posisi kaum Muslim di Arakan dibawah kepemimpinan orang-orang Kaman tidak tergoyahkan.
Kejatuhan kesultanan Yunnan dibawah pemerintahan Sultan Sulaiman tahun 1873 ke tangan tentara kekaisaran Cina, mendorong munculnya gelombang baru Muslim Cina kebagian utara Burma mencari suaka politik. Diawal abad kedelapan belas dan kesembilan belas, di beberapa kota Burma jumlah orang-orang Islam patut diperhitungkan. Mereka terlibat dalam urusan-urusan pemerintahan dibawah hak patronase orang-orang Burma hingga saat terahir jatuhnya kerjaan Burma di Mandalay tahun 1885. Mereka ternyata dikenal juga termasuk diantara kelompok-kelompok oposan yang paling vokal menentang kedatangan kolonial Inggris di Burma, bahkan tidak hanya sekedar menolak secara politik, ekonomi maupun diplomasi melainkan juga dalam kekuatan militer ketika tentara Inggris dipaksa keluar dari Burma.
Pendudukan Inggris atas Burma telah mendorong kedatangan para imigran kaum Muslim dari India, yang didorong keinginan untuk mendapatkan penghidupan dan lapangan kerja baru diwilayah itu. Kaum Muslim dari India, sebagaimana saudara-saudara mereka yang beragama Hindu, bekerja di Burma sebagai pegawai pemerintahan, buruh, tukang, polisi, pembuat sepatu, tentara juga sebagai pedagang. Dalam prakteknya, tidak ada departemen dari pemerintahan baru yang berdiri tanpa keterlibatan orang-orang India. Adapula sebuah departemen yang stafnya hanya terdiri dari orang-orang India. Memasuki abad kedua puluh, setengah penduduk Rangon adalah orang India, yang sebagianya adalah Muslim.
Daftar Pustaka
Syaiful Muzani, Pembangunan dan Kebangkitan Islam Asia Tenggara (Jakarta: LP3ES,1993), 40.
Syaiful Muzani. Pembangunan dan Kebangkitan Islam , 40.
Taufik Abdullah, “Islam Kontemporer Di Myanmar,” Ensiklopedi Tematis Dinamika Masa Kini (Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002), 312-313.
John L.Esposito, “Myanmar”, Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern (Bandung: Mizan,2001), 139-140.
Riza Sihbudi dkk, Problematika Minoritas Muslim Di Asia Tenggara: Kasus Morro, Pattani, dan Rohingya. (Jakarta: PPW-LIPI, 2000), 139-140.
Alfian, Militer dan Politik Pengalaman Beberapa Negara (Jakarta, 1970), 8.
Andrew Selth, Burma’s Muslim : Terrorists Or Terrorised ? (Canberra, 2003), 12.
Konflik Myanmar 112 Tewas, Jawa Pos (27 Oktober 2012), 12.
Azyumardi Azra, Minoritas Muslim di Dunia Dewasa Ini (Jakarta: Raja Grafindo Persada,2005), 206.
M. Quraish Shihab, Wawasan al Qu’an: Tafsir Maudu’i atas perbagai persoalan Umat (Bandung: Mizan,1997), 378.
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: PT.Grafindo Persada, 1988), 77-78.
Bernard Raho, Teori Sosiologi Modern. (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007.) , 54.
Eric A. Nordlinger, Militer Dalam Politik, Kudeta Dan Pemerintahan, terj Drs.Sahat Simamora (Jakarta ,1990), 213-214.
Dudung Abdurahman, Metodologi Penelitian Sejarah, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007). 53.
Winarno Surakhmand, Pengantar Penelitian Ilmiah, Dasar metode dan Tehnik, (Bandung: Tarsito, 1980), 123.
Kolom “International” Jawa Pos (12 November 2012), 12.
Asean Selayang Pandang, Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN Departemen Luar Negeri Indonesia, 9.
Syaifullah, Sejarah Dan Kebudayaan Islam di Asia Tenggara (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 186.
Omar Farouk, “Muslim Asia Tenggara dari Sejarah Menuju Kebangkitan Islam”, dalam Saiful Muzani (editor), Pembangunan dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara (Jakarta: LP3ES, 1993), 28.
Médecins Sans Frontières. 2002. 10 Years for the Rohingya Refugees in Bangladesh : Past, Present and Future. (Holland : Médecins Sans Frontières), 9.
0 Komentar untuk "Muslim Rohingya"