Follow me on Blogarama

main-nav-top (Do Not Edit Here!)

ISLAM INDONESIA DAN DASAR-DASAR POLITIK

BELANDA TERHADAP ISLAM


Agama Islam berkembang di Indonesia berlangsung selama berabad-abad. Islam masuk di Indonesia sejak abad ke-13. Hal ini ditandai dengan berdirinya kerajaan Islam di Sumatera Utara. Sekitar permulaan abad ke-15, Islam telah memperkuat kedudukannya di Malaka. Pada pertengahan abad ke-16, telah terdapat dinasti baru yaitu kerajaan Mataram yang memerintah di Jawa Tengah dan akhirnya berhasil menaklukkan kerajaan-kerajaan pesisir. Pada permulaan abad ke-17 kemenangan agama Islam hampir meliputi sebagian besar wilayah Indonesia, dan hal itu menjadi titik awal orang-orang Belanda terlibat dalam masalah-masalah Indonesia. Agama Islam dibawa oleh para pedagang dari India yang bersemangat damai di mana Islam telah berdiri sejak beberapa abad sebelumnya. Pemeluk-pemeluknya pun yang pertama adalah dari kalangan para pedagang kemudian disusul oleh orang-orang kota baik dari lapisan atas maupun dari lapisan bawah.


Akan tetapi, orang-orang yang berasal dari golongan atas mendapat bahaya dari luar yaitu masuknya aggressor perdagangan dan agama Barat ke kawasan Asia Tenggara. Dalam skala yang lebih kecil, muncul pengancam Barat lainnya yaitu munculnya VOC seabad kemudian membawakan akibat yang hampir sama. Hal ini sangat berbeda dengan orang-orang Portugis yang dilawannya mati-matian dan akhirnya diusir oleh Malaka dan dari benteng-benteng pertahanan lainnya di Indonesia. Namun, kebanyakan perlawana yang dijumpai Belanda dan Portugis menggumpal di sekitar agama Islam dan di beberapa daerah di Indonesia terutama di Aceh. Pada abad ke-17 kerajaan Mataram menjadi kerajaan Islam yang menaklukkan musuh-musuhnya di Indonesia dan akan kemudian dilanjutkan dengan melawan VOC.


Meskipun Islam telah memperkuat dirinya dalam tempo yang cukup singkat dan secara keseluruhan dengan damai di sebagain besar di kepulauan Indonrsia, buka berarti bahwa hal ini dilakukan seragam atau dalam tingkat intensitas yang sama. Di pihak lain, di sebagian besar Pulau Jawa, Islam dipaksa untuk menyesuaikan diri dengan tradisi-tradisi yang telah berabad-abad, sebagian berasal dari tradisi penduduk asli, sebagian tradisi Hindu-Budha. Dalam jangka waktu yang cukup panjang Islam di Jawa lebih penting dalam arti politik daripada religius. Hal ini disebabkan karena adanya kenyataan bahwa Agama Islam tiba di Indonesia bukan dari pusatnya di Timur Tengah, melainkan dari India. Namun, di Indonesia Islam tidak membangun suatu masyarakat yang terpisah dan memisahkan antara orang-orang Hindu dan orang-orang muslim secara tegas, sebagaimana halnya di India.


Pentingnya arti politik Islam di Indonesia, termasuk Islam di Jawa, sebagian besar berakar pada kenyataan bahwa di dalam Islam batas antara agama dan politik sangat tipis. Islam adalah suatu way of life dan agama, dan meskipun di Indonesia proses pengislaman dari dulu senantiasa merupakan sutau proses yang kandungan politiknya sudah terasa sejak awal perkembangannya. Menurut Snouck, ia menunjukkan bahwa bahwa orang-orang Indonesia, seperti orang-orang Islam lainnya bukanlah semata-mata setia kepada agamannya. Namun, di pihak lain Snouck menegaskan bahwa Islam sama sekali tidak bisa dianggap remeh baik itu sebagai agama maupun sebagai kekuatan politik di Indonesia.


POLITIK ISLAM


PEMERINTAH HINDIA BELANDA


Abad ke-20 merupakan puncak abad imperialism, di mana pada masa itu Inggris, Perancis dan lain-lainnya merajalela di Afrika dan Asia. Sedangkan Belanda di Indonesia sudah memulai politik ekspansinya jauh sebelum itu. Di Indonesia, Belanda menghadapi kenyataan bahwa sebagian besar penduduk yang dijajahnya di kepulauan Nusantara itu adalah beragama Islam, karena kurangnya pengetahuan yang tepat mengenai Islam, awalnya Belanda tidak berani mencampuri agama Islam secara langsung. Keengganan mencampuri masalah Islam ini sudah tercermin dalam Undang-Undang Hindia Belanda. Akan tetapi, kebijaksanaan untuk tidak mencampuri agama ini nampak tidak konsisten karena tidak adanya garis yang jelas. Setelah kedatangan Snouck Hurgronje pada tahun 1889, barulah kemudian pemerintah Hindia Belanda mempunyai kebijaksanaan yang jelas mengenai masalah islam, di mana ia melawan ketakutan Belanda selama ini terhadap Belanda.


Sebagai kolonialis, pemerintah Hindia Belanda memerlukan Inlandisch Politik, yakni kebijaksanaan mengenai pribumi, untuk memahami dan menguasai pribumi. Sekalipun ia menegaskan bahwa pada hakekatnya orang islam di Indonesia itu penuh damai, namun dia pun tidak buta terhadap kemampuan politik fanatisme islam. Snouck Hurgronje membedakan islam dalam arti “ibadah” dengan islam sebagai “kekuatan sosial politik”. Dalam hal ini aia membagi masalah islam atas tiga kategori. Pertama, bidang agama murni atau ibadah. Kedua, bidang sosial kemasyarakatan. Ketiga, bidang politik. Masing-masing bidang ini dikenal sebagai islam politik atau kebijaksanaan pemerintah kolonial dalam menangani masalah islam di Indonesia. Politik semacam inilah yang kemudian oleh Kernkamp disebut Splitsingstheorie karena pada hakekatnya agama Islam tidak begitu jauh memisahkan ketiga bidang ini.


Dalam pidatonya di depan civitas akademica NIBA ( Nederlandsch Indische Bestuars Academie) Delft pada tahun 1911, Snouck Hurgronje memberikan penjelasan mengenai politik islamnya, yaitu 1). Terhadap dogma dan perintah hukum yang murni agama, hendaknya pemerintah bersikap netral. Mengenai bidang agama murni dijelaskan bahwa pemerintah seharusnya tidak menyinggung dogma atau ibadah murni agama Islam, hal ini disebabkan karena sebagaimana dogma agama lain yang dijamin kemerdekaannya. 2). Masalah perkawinan dan pembagian harta warisan dalam islam, 3). Tiada satu pun bentuk Pan Islam yang boleh diterima oleh kekuasaan Eropa. Mengenai bidang ketiga, yaitu Pan Islam, Snouck Hurgronje menilai gegabah seandainya pemerintah tidak turun tangan terhadap penyebaran ide Pan Islamisme. Oleh karena itu sangat ditekankan agar setiap pegawai pemerintah tidak menggabungkan Pan Islam dengan tugas jabatannya. Menurut Snouck Hurgronje, pemerintah kolonial selalu waspada terhadap bahaya Pan Islam. Seorang pegawai pemerintah tidak dibenarkan mengikuti ide Pan Islam, meskipun dia seorang muslim.


Sehubungan dengan politik islam Snouck Hurgronje yang telah disebutkan perlu digarisbawahi, bahwa latar belakang pemerintah kolonial tidak campur tangan dalam bidang ini. Sedangakan mengenai bidang kemasyarakatan , usaha untuk membawa masyarakat Indonesia menuju asosiasi dengan masyarakat Belanda, sepertinya tidak terlepas dari tujuan memelihara ketertiban keamanan di bawah kekuasaan Belanda, yaitu Pax Neerlandica. Pembahasan tentang politik islam ini akan dititikberatkan pada masalah kebijaksanaan pemerintah kolonial yang bersikap netral terhadap agama.

Share :

Facebook Twitter Google+
0 Komentar untuk "ISLAM INDONESIA DAN DASAR-DASAR POLITIK"